Bagian depan bangunan bersejarah ini dihiasi oleh menara kembar model gothic dan terbagi menjadi dua are, memanjang kebelakang yang mengesankan kokoh, besar dan indah. Arsitektur Lawang Sewu bergaya art deco yang bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa.
Bangunan ini menghadap ke Taman Wilhelmina yang sekarang lebih dikenal sebagai komplek Tugu Muda. Di depan Lawang Sewu dulu melintas rel trem kota Semarang, jurusan Bulu – Jomblang. Foto udara yang diambil pada tahun 1927 masih memperlihatkan jalur perangkutan ini.
Setelah Jepang mengambil alih pemerintahan Belanda di Indonesia pada tahun 1942, ruang bawah tanah gedung ini yang sebelumnya merupakan saluran pembuangan air di "sulap" menjadi penjara bawah tanah sekaligus saluran pembuangan air. Gedung ini juga menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara rakyat Indonesia dengan tentara Jepang yang terkenal dengan sebutan Pertempuran Lima Hari di Semarang (14 Oktober 1945 - 19 Oktober 1945). Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut, beberapa tahun kemudian pemerintah membangun sebuah prasasti di halaman Taman Wilhelmina yang sekarang dikenal sebagai Tugu Muida.
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah.
Mengingat Lawang Sewu mempunyai nilai sejarah penting, maka Pemerintah Kota Semarang dengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon